Pages

2013-05-30



Dear Barlette

Langsung saja,

Kamu ingat sepuluh mei? Semoga saja!

Sebenarnya ada yang lebih berhak menangis di sepuluh mei. Tapi aku pura-pura tak tahu. Aku sengaja tidak menyinggung tentangmu. Karena di sepuluh mei, semuanya benar-benar berubah menjadi hitam. Cuaca yang tiba-tiba hitam, angin, suara-suara, dan bahkan hatiku ikut hitam jauh sebelum sepuluh mei tiba.

Ketahuilah ,Barlette, kita telah berbeda. Kau tau berbeda bukan? Berbeda jelas tak sama, juga tak sejalan. Dan kau tetap berusaha mempertahankan perbedaan itu meskipun aku berusaha menyamakannya. Kau bersikap manis kepadaku didepan orang lain. Adegan yang sama sekali tak ku inginkan. Agar supaya mereka tak terlalu menghawatirkan apa yang sebenarnya terjadi jika mereka tau. Tapi,Barlette, ingatlah, sepandai-pandai kau menyembunyikan raflesia,bau itu pasti akan tercium juga.

Kau ingat itu? Aku mengingatkanmu karena bukankah itu hasil tulisanmu yang kau gores dihalaman terakhir agenda harianku dengan tinta yang hampir habis? Kau menulisnya tanpa sepengetahuanku! Apa maksudmu ada kebohongan yang aku ciptakan? Tidak! Tak ada kebohongan dengan semua ini.

Bukankah keterikatanmu sudah tidak ada? Bukankah sebelum dia yang memulai mematahkan hatimu kaupun mempunyai rencana untuk mematahkan hatinya? Hanya kau kalah cepat, dan hanya kau tak pernah tau alasan mulia yang memperkuat keputusannya. Kenapa sekarang kau menyesal?

Apa kau tak ingat Barlette? Ketika keharmonisan itu masih ada, kau pernah dan bahkan sering meragukannya. Kau bilang dia buruk sekalipun itu tak langsung. Hanya sebagai pelampiasan, apa itu maksudmu?

Dan sekarang,Barlette, ketika keterikatan itu sudah hilang, ketika ada orang lain yang menaruh hati kepadanya, kau seolah tak rela, seolah kau memangkas hak orang lain yang menyukainya. Cemburukah kau? Kau ini bagaimana Barlette?

Kau masih ingat malam itu? Waktuku terbuang sia-sia hanya karena membahas laki-laki itu. Sebenarnya apa ini? Kau mengaku masih menggilainya. Dan aku tertawa dalam hati. Sedikit Takabur! Dimana harga diriku semisal aku yang mengakui semua itu? Kepada orang yang kau tegur karena kau ingin mengerti tentang sebuah kedekatan yang sebenarnya.

Aku hanya kagum,Barlette. Karena dia Cerdas. Karena dia sejalan dengan cerita-ceritaku. Karena dia lebih bisa menjaga rahasia ketimbang orang yang dulu memberitauhumu tentang kedekatanku! Bukannya aku menjelek-jelekkan. Tapi karena aku tak pernah suka orang munafik. Tapi sudahlah. Aku telah memaafkannya jauh sebelum dia mempunyai rencana untuk meminta maaf.

Dan kau, Barlette. Malam itu kau bilang, tak masalah aku mencintainya,tentu saja. Kau bilang aku berhak menggilainya dan tentu saja bukan hanya aku yang menggilainya. Sebodok itukah aku dimalam itu? Aku seolah sedang meminta izin kepada seorang mantan orang yang sekarang aku kagumi. Padahal yang sebenarnya tak ada hal yang lebih istimewa. Kami hanya berteman,Barlette, bersahabat, tak lebih dari itu. Dan kau, Barlette. Asal kau tau, aku sadar darinya, aku mengerti kedekatan yang sebenarnya juga darinya, dan aku mengerti, belajar itu lebih penting dari pacaran itupun darinya,

Coba Barlette, pikirkan! Apa yang kurang darinya? Dia cerdas dan berbekal ilmu agama yang tidak diragukan. Siapa Guru yang tidak mengenal Robbert Justin disekolahan? Dia tak seburuk yang kau kira,Barlette!

Dia sejalan denganku. Dia penyemangatku kala aku rapuh. Hanya dia yang mengerti hatiku kala orang lain sibuk dengan egonya masing-masing. Hanya dia,Barlette. Karena kau tak mengerti. Karena kau tak mengerti tentang hidupku Barlette!

Kau tau Hepatitis? Kau pernah mendengarnya kan,barlette. Penyakit itu berbahaya. Menyerang hati. Sangat sakit. Kau tau aku tak pernah makan nasi pecel dan lebih memilih putihan. Bukan karena aku tak suka, Tapi karena Hepatitis menyerangku! Aku tak bisa bebas makan seperti kau dan orang lain. Dan itu sungguh menyakitkan!

Satu lagi, aku juga terkena Ginjal. Stadium empat! Bayangkan! Stadium empat,Barlette! Aku harus cuci darah jika kambuh. Bahkan pernah sebulan sampai dua kali. Aku sudah tidak bisa menerima sembarang infus jika penyakit lain datang dan mengharuskanku opname beberapa hari. Kau tau rasanya,Barlette? Sakit yang luar biasa sakit.

Sudahlah, aku tak mau kau mengira aku hanya mengharapkan kasian darimu. Kau kini sudah tau kan Barlette? Bagaimana hidupku. Aku tak seriang yang kau kira. Dan dia,Barlette, dia tak pernah lupa menyuruhku meminum obat, sekalipun aku kadang masih membuang sebagian obat yang sebenarnya sama sekali tak mengubah penyakitku itu. Karena obat itu tak pernah enak,Barlette, karena kadang aku frustasi mengapa hidupku selalu dikendalikan oleh obat!

Dan kau Barlette, malam itu kau bilang tak masalah. Jangan ada pertikaian hanya gara-gara laki-laki itu karena kita sahabat, ya, kau benar! Tapi ternyata malam itu hanya beberapa sandiwaramu yang sampai sekarang terus berlanjut.

Dan aku? Harus bahaimana? Mengahadapimu orang yang masih belum bisa menerima kedekatanku. Karena kau pernah memilikinya. Karena kau pernah mencintainya bahkan sampai saat ini! Iya kan Barlette?

Dan aku mengaku. Aku memang menyukainya bahkan mencintainya. Dan ku kira kau tau bagaimana perasaannya kepadaku.

Tapi tak ada yang lebih dari perasaan suka dan cintaku itu. Tak ada yang istimewa, karena dia tak keberatan menjadi penampung cerita-ceritaku.

Kita hanya berteman. Teman dekat. Karena kita sejalan, karena kesejalanan ini akan terus aku harapkan!

Karena bagi kita, Belajar lebih penting dari Pacaran!

Kau tetap sahabatku kan,Barlette?

Best Regards

Ellena

2013-05-02



Assalamu’alaikum wr wb
Ba’da tahmid dan sholawat
Salam cinta teruntuk dirinya pemilik cinta sejati yang sesungguhnya
Dan, bagaimana kabarmu sekarang? Semoga selalu baik seperti katamu dulu. Duduk dan dengarlah baik-baik. Aku ingin sedikit bercerita. Tidak keberatan kan kau untuk duduk barang sebentar? Semoga saja kamu tak pernah bosan dan selalu bersedia menampung cerita hatiku.
Dan lagi-lagi aku bingung harus memulai dari mana.
Kita sudah cukup lama saling mengenal,benar begitu bukan? Awal semester dua kala itu. Bahkan aku sudah lupa siapa yang menciptakan perkenalan ini. Kita saling sapa lewat SMS dan berlanjut di FACEBOOK. Dan sebenarnya hari-hari itu masih biasa-biasa saja. Aku menganggap itu hanya beberapa sketsa-sketsa yang masih belum menciptakan sesuatu yang lebih istimewa walaupun aku tidak mengharapkannya. Bahkan bagiku itu cukup monoton sekali.
Yang ku tahu waktu itu, namamu Alif, bukan? Karena yang kutahu hanya Alif. Entah kamu mempunyai nama lengkap atau tidak aku tidak tahu. Aku sering memperhatikanmu di Jumat pagi usai rok.an dilapangan depan pondok ini. Mungkin aku tahu kebiasaanmu karena aku sering memperhatikanmu bermain kelereng  ataupun bola voli dengan santri putra lainnya.
Di Jumat itu benar kamu kan? Memakai T-shirt abu-abu dengan sarung senada sambil menggiring bola menuju kipper. Bersemangat sekali! Itu menurutku! Dan mulai saat itu aku jadi lebih sering memilih duduk di dekat jendela,sekedar menambah hafalan Alfiah atau memang sekedar ingin lebih lama memperhatikanmu. Aku bebas memperhatikan gerak-gerikmu tanpa curiga kau tahu karena memang kaca penjara suci ini terang dari dalam.
Dan untuk selanjutnya, tanpa ku sadari , kau menyusun sketsa-sketsa itu dengan indah. Berhasil menjadi warna-warni kebahagiaan yang sulit kugambarkan.
Dan waktu terus bergulir dengan begitu sombong. Melarangku menengok kebelakang untuk hal-hal yang tak berguna. Dan, Hei! Kamu masih ingat? Kamu pernah bertanya kepadaku tentang bagaimana aku menilai orang yang suka merokok(jangan tertawa). Dan aku memang begitu benci perokok. Kamu jangan jadi perokok kalau kamu tidak ingin cintaku berkurang(kesindir ga ya?). sudah berapa kali aku bilang. Ngrokok nya dikurangi. Kamu malah bilang “ngrokok kan memang mengurangi” dan aku bisu seketika. Jangan bandel jadi orang. Kamu cinta sehat tidak? Gara-gara ngrokok kamu nya batuk-batuk pas lagi telfon aku. Diinget lah. Menolak kerusakan lebih utama daripada menarik kebaikan.
Dan Btw, Jangan lagi pakai warna ungu didepanku! Jangan memakai apapun yang berbau ungu seperti Jas Haflahmu waktu itu! Aku seolah memebeku melihat warna ungu. Aku berfikir warna ungu tak akan mengembalikanmu kesini lagi. Dan setelah Ungu itu selesai kau gunakan, nyatanya kau pergi kan dari sini? Dan asal kau tau, aku sempat yakin kau tak akan pulang waktu itu. Kukira kau tetap disini. Walaupun untuk beberapa saat. “jangan pulang” hatiku berkata itu ketika melihatmu telah berdiri bersama ayahmu. Bersiap untuk pulang dengan memakai kaos abu-abu lengan panjang bergaris-garis hitam. Aku menatapmu lama dibalik jendela kamar Khodijah. Rasanya bagaimana entah aku tak bisa menggambarkan. Terlalu cepat walau aku tau sekitar tanggal sepuluh kau kembali lagi untuk muwadaah pondok. Jangan ulangi 28 april! Aku benci 28 april! Aku berpesan jangan terlalu lama meninggalkan pondok, sering-seringlah berkunjung. Tinggalah beberapa saat saja. Setidaknya cukup membuatku tenang untuk beberapa saat.
Dan terimakasih, sudah mengingatkanku untuk menjaga kesehatan. Sampai sekarang aku masih belum tahu sakit apa yang kupunya. Yang kutahu aku hanya sakit Types dan kelenjar getah bening. Aku tak percaya begitu saja karena mimisan tak ada hubungannya dengan semua itu. Aku sekarang juga sering merasa nyeri dipinggang bagian bawah.
Aku cuna ingin Do’amu. Agar aku kuat di Imtihan nanti. Supaya aku tidak “Payah” dan kalah seperti katamu. Do’akan aku agar kesehatan selalu menyelimutiku.
Begitu juga aku. Akupun berdoa yang terbaik. Jangan sampai terpengaruh dengan dunia  barumu . selalu ingat Allah dan orang tuamu. Dunia ini hanya menipu. Semua yang nyata ternyata abstrak.
Dan akhirnya, semoga kesehatan dan kebahagiaan selalu mengiringi langkahmu.
Aku cinta kamu 18 april! :D

Dalam gelap masih ada terang yang tersembunyi



 


                Hitam. Aku hanya tahu warna itu gelap. Bahkan begitu pekat. Warna kesukaanku. Tapi belum selesai aku mengartikan hitam lebih dalam,hitam itu telah menjadi sesuatu yang lebih hitam.

                ‘’hitam itu tak jelas! Dia seolah memberiku harapan atas sikap nya yang membuatku merasa di istimewakan’’ katamu. Dan aku diam,tak memberi komentar. Malam itu kau bercerita tentang semuanya. Tentang pemuda yang begitu hitam hatinya. Aku mendengarnya. Begitu jelas. Tapi aku tak berkata apa-apa.

 

##   ##  ##  ##

 

                ‘’dia mengajakku meliari luasnya langit hati’’ katamu. Dan aku tetap diam,tak bergeming.

                Asal kau tahu,Adele? Sesungguhnya aku sudah lama hilang atas cerita-ceritamu. Aku telah menjadi hujan saat tahu keterikatanmu dengan Justin. Dan aku mulai ketakutan mendengar bahagiamu. Semenjak saat itu, Justin adalah asing bagiku. Aku memilih meninggalkan harapanku. Begitulah aku harus pergi. Anggap saja semua ini tak pernah ada. Aku tak mengenal Justin! Dan seandainya aku kembali, mungkin kita harus berkenalan lagi.

                Namamu Adele. Benar bukan? Kau mengatakan itu setelah tanpa sengaja kau menyerempetku di pertigaan kompleks. Mulai saat itu kau menjadi sahabatku. Lalu kau mengantarkanku pulang, melewati gang kecil yang berangin. Berjalan berdampingan.

                Dan suatu waktu disaat kamu mulai mengenal Justin,perasaanku tumbuh dengan pesat. Aku merasa memiliki tempat dimana aku menumpahkan segala perasaanku. Tapi aku lebih sering bercerita tentang Justin untukmu. Ya, untukmu. Kau memintaku untuk itu bukan? Aku terlambat,Adele! Aku kalah berani denganmu. Karena saat aku ingin memulai bahagiaku tentang Justin,kamu mendahului nya. Kau bahkan tak sadar kalau sahabatmu ini ingin bicara sesuatu tapi rasa-rasa nya tak p tak pnah ada kesempatan.

                “ceritakan padaku tentang Justin, Elena? Sejak perkenalan kala itu, dia benar-benar membuatku jatuh cinta!” pintamu setengah merengek. Dan aku seketika raib dalam rasaku.

                “akan ku ceritakan untukmu” jawabku gerimis tapi kucoba sembunyi. Lalu aku bercerita panjang lebar tentang Justin untukmu. Dulu pada saat dia masih duduk di bangku SMA sederajat,Justin pernah menjuarai pertandingan Basket antar sekolah. Prestasi itu membuatnya tenar dalam sekejap.

                “lalu apa lagi? Ceritakan semuanya,Elena?” pintamu lagi.

                Asal kau tahu Adele, aku dan Justin dulu satu kelas. Kelas kami kelas pilihan. Kelas Bilingual. Kelas dua bahasa. Punya Motto selalu terdepan dari kelas Reguler. Lalu aku diam. Begitu lama.

Hatiku Bicara:

                Dan asal kau tahu Adele? Aku pernah membencinya barang sebentar. Jangan tanya karena apa, karena itu rahasia. Bahkan Justin pun tak tahu. Sampai saat itu dia prustasi bagaimana lagi merajukku agar aku bicara apa yang sebenarnya terjadi. Selama kurang lebih tiga minggu aku mensenyapkan diri untuk nya. Menganggapnya seolah tak pernah ada bersamau dikelas itu. Dan aku sebenarnya tahu,Justin tak menaruh hati padaku. Tapi yang namanya cinta, tak tahu kapan harus terjadi dan itu memag terjadi padaku. Pada saat itu.

                “kau kenapa,Elena? Kau diam seolah kau memusuhiku?” tanya Justin kepadaku waktu itu, merajukku menjawab apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku diam, memungut buku yang tergeletak disampingku, lalu berlalu.

                “Elena?” teriaknya hampir tak terdengar.

                Kau tahu Justin,? Apa yang kurasakan saat itu? Apa aku tak cukup membuatmu bahagia? Kenapa kau tak merasakannya? Apa kau pura-pura tak tahu? Dan asal kau tahu,Justin? Aku tenggelam dalam rasa itu. Dan kau membiarkannya tanpa menolongku.kau jahat Justin! Suatu kesedihan yang amat besar memenuhi hatiku.tetapi sama sekali kau tak menyinggung tentang apa yang sebenarnya terjadi.

                Ketahuilah Justin, telah lama aku menanam bibit cinta itu. Berharap nanti kau menyiramnya lalu bisa membesarkan apa yang kuharap. Tapi Justin, aku seorang perempuan yang tak pantas jika aku mendahului. Aku hampir hancur saat kau menaruh hati kepada bunga lain. Dan sepertinya aku benar-benar rapuh.. rapuh.. rapuh..

 

## ##  ##  ##

 

                “Elena,kenapa kau diam begitu lama? Bahkan kau belum bercerita semuanya?” tanyamu mengagetkanku.

                “Oh maaf,Adele, sepertinya aku sedang tidak enak badan, bolehkah aku beristirahat dan pulang?” pintaku beralasan.

                “Oh silahkan,Elena,beristirahatlah,agar esok kita bisa bertukar cerita lagi” .

Aku mengangguk lalu kemudian berlalu. Dan kau tah apa yang kupikirkan,Adele? Bertukar cerita? Pernahkan kita bertukar cerita? Bukankah selama ini kau tak pernah memberiku kesempatan barang sebentar? Bukankah selama ini hanya kau yang bercerita? Cerita yang monoton. Tentang Justin yang membuatku putus asa. Tentang Justin yang menurutmu hitam, dan aku mulai takut kau tak lagi mengenaliku. Aku semakin takut sesuatu yang tak bisa ku hentikan tengah terjadi padaku. Dan kau tahu apa itu?

 

##  ##  ##  ##

 

                Semenjak saat itu,kau begitu sering memintaku untuk bercerita tentang Justin. Selalu ada cerita tentang Justin yang bagiku tetap saja monoton tanpa warna.  Kenapa aku harus mengenal Justin jika akhirnya harus seperti ini?

                Besoknya aku meninggalkan kota ini. Tanpa sepengetahuanmu. Meninggalkan semua perbincangan kita. Menghapus semua tentang harapan ku akan hadirnya Justin dihatiku. Jangan menyesal mengenalku,Adele! Karena sepertinya aku yang pantas menyesal telah mengenal dan bersahabat denganmu.

                Dan sekarang aku berada diduniaku yang baru. Apa kabarmu,Adele? Sudahkah kau cari pengganti tempat keingin tahuanmu tentang Justin? Maaf,Adele! Aku membiarkanmu berjuang sendri dengan rasamu. Karena aku sendiri tak kuat dengan rasaku. Dan ini memang tepat. Beginilah aku harus pergi.

 

##  ## ## ##

 

                Beberapa bulan kemudian, aku terperanjat kaget melihatmu berjalan bergandengan tangan dengan seorang yang dulu pernah kau anggap hitam. Justin. Benah kan itu kau? Menuju Cafe Lovie’s terkenal dikota ini. Dan sedang apa kau disini? Berliburkah? Lalu aku benar-benar telah menjadi serpihan-serpihan kecil yang tak berguna.

                Dan disuatu waktu saat aku membuka Account E-Mailku, sebuah pesan dari Adele benar-benar memporak-porandakan keadaan jiwaku

Elena

aku hanya tahu kau baik,bahkan begitu baik

membiarkanku sendiri terapung bersama rasaku

membiarkanku berjuang sendiri dengan rasaku

kau kemana,Elena?

kau sengaja keluar dari kehidupanku tanpa sepengetahuanku?

kenapa,Elena?

aku benar-benar minta maaf karena aku pernah menganggapku pemberi harapan paslu

harapan agar aku bisa dekat denga sahabatmu

ingat Justin,Elena? Robbert Justin yang dulunya satu kelas denganmu. yang kepandaiannya melebihi kepandaian rata-rata. yang mempunyai hati yang begitu Amazing!

kamu ingat kan,Elena?

Tiga minggu lagi kita akan menikah,

sebuah kejutan untukmu

datanglah. aku menunggumu

                dan itu seperti saat kobaran api melahap gedung-gedung tinggi terkenal. tangisku tumpah. Membanjiri pipiku. Rasanya terlalu cepat. Bagaimana denganmu Justin? lupakah kau denganku? dengan seseorang yang kau abaikan? orang yang pernah menaruh hati kepadamu bahkan sampai saat ini! Kau beruntung,Adele! Justin begitu baik dan bahkan terlalu baik.

                Aku semakin tak isa menahan gerimis hati ini. Aku bahkan belum bias menggeapkan keadaan rasaku. kau seakan memangkasnya sampai ke akar

                Dan maaf,Adele? Aku tak bisa datang. dan jangan buang waktumu untuk menungguku. karena aku benar-benar tak bisa berhenti mencintainya. bahkan aku hamper tak peraya kabar itu ada.

                Ah, Adele!  Betapa beruntungnya kau, itu memang harimu. Berbahagialah. karena aku pun bahagia atas pernikahan itu.

 

## ## ## ## ##

 


HITAM. Warna Gelap. Dan Aku sekarang tahu tak selamanya HITAM itu gelap. Tapi HITAM memang selamanya gelap bagiku,tapi tidak untuk orang lain. Jangan kau anggap HITAM itu tak jelas. karena di Dalam Gelap Masih Ada Terang Yang Tersebunyi


 

Sample text

Sample Text

selamat berkunjung di blog saya, semoga banyak memberi manfaat..

Sample Text